Sabtu, 02 Januari 2010

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)


PENDAHULUAN
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan ukuran keberhasilan pembangunan aspek manusia dalam suatu wilayah tertentu yang standarnya ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nation of Development Program). Ukuran ini selanjutnya disepakati dan dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan manusia pada suatu wilayah tertentu, seperti negara, propinsi atau kabupaten/kota. Pada dasarnya IPM menetapkan standar-standar minimal yang sangat sederhana sehingga dapat dikatakan sebagai prasyarat minimal yang harus dicapai oleh suatu negara atau wilayah pada kurun waktu tertentu.


IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari :
Indeks Harapan Hidup
Terdiri dari komponen : Kesehatan (usia hidup), yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH)
Indeks Pendidikan
Terdiri dari komponen : Pengetahuan, yang diukur dengan (1) Angka Melek Huruf, dan (2) Rata-rata Lama Sekolah
Indeks Standar Hidup layak
Terdiri dari komponen : Pendapatan, yang diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan atau pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara.
Nilai IPM berkisar antara “0” sampai dengan “100”. Artinya semakin rendah nilai IPM suatu wilayah/negara berarti semakin lemah/tertinggal pembangunan wilayah atau negara tersebut. Selanjutnya berdasarkan kesepakatan, IPM dikategorikan menjadi 3 kategori :

1. Rendah : bila nilai IPM < 60 2. Sedang : bila nilai IPM berkisar antara 60 – 64 3. Tinggi : bila nilai IPM > 64
Tabel 1.1 Nilai Minimum dan Maksimum IPM
Komponen IPM
Nilai
Catatan
Maksimum
Minimum
Angka Harapan Hidup
85
25
Standar UNDP
Angka Melek Huruf
100
0
Standar UNDP
Rerata Lama Sekolah
15
0
Standar UNDP
Konsumsi per kapita yang disesuaikan
732.720,- *)
1.332,7,- **)
300.000,- *)
900,0 **)
UNDP menggunakan PDB/Kapita riil yang disesuaikan
*) Untuk Propinsi Jabar
**) Untuk DKI Jakarta
Penggunaan IPM sebagai indikator keberhasilan pembangunan di suatu negara atau daerah bukan tanpa kelemahan. Menurut Michael Todaro (1995) seorang ahli ekonomi, kelemahan penggunaan IPM sebagai indikator keberhasilan pembangunan adalah :
1) IPM bersifat relatif dan bukannya absolut, artinya suatu negara atau daerah akan dinilai IPMnya dibandingkan dengan negara-negara/daerah lain. Artinya, jika semua negara atay daerah mengalami peningkatan pada tingkat tertimbang yang sama, maka negara-negara miskin/daerah-daerah miskin tidak naik peringkatnya, sehingga tidak memperoleh penghargaan/pengakuan atas usahanya memperbaiki kualitas SDM nya
2) IPM hanya mencakup satu aspek saja dari tujuan pembangunan. Banyak aspek lain yang tidak masuk kedalam perhitungan, seperti kelestarian lingkungan hidup, pemerataan pendapatan. Dengan kata lain, IPM bukan merupakan indikator keberhasilan pembangunan yang komprehensif
3) IPM sebagai indikator pembangunan yang mengutamakan sumberdaya manusia ternyata tidak mencakup seluruh indikator tentang sumberdaya manusia. Kendala yang dihadapi biasanya adalah karena ketiadaan data.

Tabel 1.2 IPM DKI Jakarta Tahun 1990 - 1999
Kota Madya
1990
1996
1999
Jakarta Selatan
74,2
77,2
72,4
Jakarta Timur
73,4
76,4
68,4
Jakarta Pusat
73,2
76,0
67,2
Jakarta Barat
71,2
76,1
67,7
Jakarta Utara
72,0
74,6
66,3
DKI Jakarta
73,1
76,1
69,1
Sumber : BPS Propinsi DKI Jakarta

Tabel 1.3 IPM Di Beberapa Propinsi Indonesia
Propinsi
Usia Harapan Hidup (Tahun)
% melek huruf Dewasa
Rerata Lama Pendidikan (tahun)
Pengeluaran per kapita (x 000 Rp)
IPM
Jakarta
71
98
9,7
593
72,5
Yogyakarta
71
85
7,9
598
68,7
Jawa Tengah
68
85
7,0
584
64,6
Jawa Timur
66
81
5,9
579
61,8
Jawa Barat
64
92
8,8
584
64,6
Irian Jaya
65
71
5,6
580
58,8
NTB
58
73
5,2
566
54,2
Sumber : Laporan IPM Indonesia 2001

RUMUS PERHITUNGAN
a) Usia Harapan Hidup (Longevity)
Pembangunan manusia, atau upaya untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, harus lebih mengupayakan agar penduduk dapat mencapai usia hidup yang lebih panjang dan sehat. Sebenarnya ada berbagai indikator yang dapat digunakan untuk mengukur usia hidup tetapi dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara global UNDP memilih indikator angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth). Angka kematian bayi (IMR) tidak digunakan untuk keperluan itu karena indikator angka kematian bayi dinilai tidak peka untuk negara-negara industri yang telah maju. Seperti halnya angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir sebenarnya merefleksikan keseluruhan tingkat pembangunan dan bukan hanya bidang kesehatan saja.
Karena di Indonesia belum memiliki sistem vital regristrasi yang baik untuk menghitung angka harapan hidup waktu lahir yang dinotasikan dengan e0 digunakan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata yang masih hidup. Prosedur penghitungan angka harapan hidup waktu lahir ini hanya efisien apabila dilakukan dengan menggunakan Mortpak Lite atau software lainnya. Sebagai catatan angka harapan hidup waktu lahir yang diperoleh dengan metode ini tidak langsung merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei.
Sejauh ini ada tiga macam sumber data yang dapat digunakan untuk memperoleh dua macam data dasar tersebut (anak yang dilahirkan hidup dan anak yang masih hidup) yaitu: sensus penduduk, Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Sebagai contoh, hasil perhitungan angka harapan hidup waktu lahir untuk tingkat kabupaten/kota dari sumber data Susenas harus selalu dievaluasi secara cermat sebelum digunakan.
Indeks harapan hidup = [(e0 – 25)/(85 – 25)] x 100

Dimana :
(e0) : Angka harapan hidup
25 : Angka minimum harapan hidup (UNDP)
85 : Angka maksimum harapan hidup (UNDP)
Persamaan ini akan menghasilkan 0 ≤ indeks harapan hidup ≤ 100

b) Pengetahuan
Selain usia hidup, pengetahuan juga diakui secara luas sebagai unsur mendasar dari pembangunan manusia. Dengan pertimbangan ketersediaan data, pengetahuan dengan dua indikator yaitu angka melek huruf dan rata-rata sekolah, di Indonesia diperoleh dari data Susenas Kor.
Indikator angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis dari Susenas Kor misalnya dengan menggunakan program SPSS. Pengolahannya dapat dilakukan dengan menjumlahkan kasus dapat membaca dan menulis huruf latin (dinotasikan 1) dengan kasus dapat membaca dan menulis huruf lainnya (dinotasikan 2), kemudian membandingkan dengan keseluruhan kasus (kasus dapat membaca dan menulis huruf latin + kasus dapat membaca dan menulis huruf lainnya + kasus tidak dapat membaca dan menulis). Seperti halnya angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dihitung dengan pengolahan tabulasi data Susenas Kor. Perhitungannya dilakukan dengan dua variabel secara simultan yaitu : tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Penghitungan rata-rata lama sekolah dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal dihitung lama sekolah untuk masing-masing individu dengan menggunakan pola hubungan antar variabel-variabel tersebut. Rata-rata lama sekolah dapat dinotasikan sebagai berikut:




Dimana:

MYS : Rata-rata lama sekolah (dalam tahun)
Fi : Frekuensi penduduk berumur sepuluh tahun
Si : Skor masing-masing jenjang pendidikan I
I : Jenjang pendidikan (1,2….7)


Jenjang Pendidikan dan Skor Yang Digunakan
Untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)

Jenjang Pendidikan
Skor
Tidak/belum pernah sekolah
Belum tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat D3
Tahap D4/Sarjana
0
3
6
9
12
15
16,5

Indeks pendidikan = {2/3 [ (Lit – 0)/(100 – 0)] + 1/3 [MYS – 0) / (15 -0)] x 100

Dimana :
Lit : Angka melek huruf
MYS : Lama sekolah
0 : Angka minimum baik untuk Lit/MYS
100 : Angka maksimum Lit (melek hidup)
25 : Angka minimum untuk MYS (lama sekolah)

c) Standar Hidup Layak
Selain usia hidup dan pengetahuan, unsur dasar pembangunan manusia yang diakui secara luas adalah standar hidup layak. Banyak indikator alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur unsur ini. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara internasional, UNDP memilih (Gross Domestic Product) GDP perkapita riil yang telah disesuaikan sebagai standar hidup layak.
Berbeda dengan dua indikator usia hidup dan pengetahuan, indikator hidup layak diakui sebagai indikator input, bukan indikator dampak. Untuk keperluan penghitungan IPM propinsi atau kabupaten/kota data dasar PDRB perkapita tidak dapat dipergunakan untuk mengukur daya beli penduduk (yang merupakan fokus IPM). Sebagai gantinya digunakan konsumsi perkapita riil yang telah disesuaikan untuk keperluan yang sama.
Indeks konsumsi riil perkapita = [(PPP-300,0)/(732,7-300)] X 100
Dimana :
PPP :. Nilai konsumsi riil perkapita yang telah disesuaikan dengan rumus Atkinson.
300,0 :. Nilai konsumsi minimal menurut standar global UNDP.
732,7 :. Nilai konsumsi maksimum menurut standar global UNDP.

d) Menghitung Nilai IPM

IPM = 1/3[ Indeks e0 + Indeks Pendidikan + Indeks PPP ]

Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Indikator Komponen IPM

Indikator
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Catatan
1. Angka Harapan Hidup
85
25
Sesuai standar global (UNDP)
2. Angka Melek Huruf
100
0
Sesuai standar global (UNDP)
3. Rata-rata lama sekolah
15
0
Sesuai standar global (UNDP)
4. Konsumsi perkapita Yang disesuaikan
732 720
300 000
UNDP menggunakan GDP perkapita riil yang Disesuiakan

Daftar komoditi untuk menghitung Paritas Daya Beli (PPP)

Komoditi
Unit
% Terhadap Total Konsumsi
1. Beras lokal
Kg
7,25
2. Tepung terigu
Kg
0,10
3. Ketela pohon
Kg
0,22
4. Ikaan tongkol/tuna/cakalang
Kg
0,50
5. Ikan teri
Ons
0,32
6. Daging sapi
Kg
0,78
7. Daging ayam
Kg
0,65
8. Telur ayam
Butir
1,48
9. Susu kental manis
397 gram
0,48
10. Bayam
Kg
0,30
11. Kacang panjang
Kg
0,32
12. Kacang tanah
Kg
0,22
13. Tempe
Kg
0,79
14 Jeruk
Kg
0,39
15. Pepaya
Kg
0,18
16. Kelapa
Butir
0,56
17. Gula pasir
Ons
1,61
18. Kopi bubuk
Ons
0,60
19. Garam
Ons
0,15
20. Merica/lada
Ons
0,13
21. Mie instan
80 gram
0,79
22. Rokok kretek/filter
10 batang
2,86
23. Listrik
Kwh
2,06
24. Air minum
M3
0,46
25. Bensin
Liter
1,02
26. Minyak tanah
Liter
1,74
27. Sewa rumah
Unit
1,56
Total

37,52
Kecepatan Perubahan IPM (“shortfall”)
Perbedaan perubahan kecepatan IPM dalam suatu periode untuk suatu kabupaten dapat dilihat dari angka “shorfall’. Angka tersebut rasio pencapaian kesenjangan jarak yang “sudah ditempuh” dengan yang “harus ditempuh” untuk mencapai kondisi yang ideal (IPM = 100). Semakin tinggi angka shortfall, semakin cepat kenaikan IPM. Cara penghitungan “ shortfall”, dinyatakan dengan rumus :



Dimana :
IPM.(t) : IPM tahun (t)
IPM.(t+n) : IPM tahun (t+n)
IPM. (ref) : IPM acuan (biasanya IPM ideal)


CONTOH CARA MENGHITUNG IPM
Desa Sumberwaras, Kecamatan Sumber Sehat, Kabupaten Sumber Sejahtera memiliki data sebagai berikut :
1. Jumlah penduduk berumur > 10 Tahun sebanyak 714 orang (jiwa)
2. Sebaran tingkat pendidikan penduduk berumur > 10 Tahun :
NO
Status Pendidikan

fi (jiwa)
Si
∑fi * Si
1
Tidak pernah sekolah
:
50
0
0
2
Tidak Tamat SD
:
150
3
450
3
Tamat SD
:
275
6
1,650
4
Tamat SMP
:
125
9
1,125
5
Tamat SMA
:
100
12
1,200
6
Tamat D-3
:
12
15
180
7
Tamat Sarjana/D-4
:
2
17
33

Jumlah

714

4,638




MYS :
6.50

3. Jumlah Penduduk >= 10 Tahun = 714 Org





Penduduk dabat baca dan
tulis
:
664

Penduduk tidak dapat baca
tulis
:
50

Total Penduduk >= 10 tahun
:
714

AMH (Lit)

93 %

AMH = Angka Melek Huruf

Indeks pendidikan = {2/3 [ (Lit – 0)/(100 – 0)] + 1/3 [MYS – 0) / (15 -0)] x 100
= 76,44


4. Data Rerata umur penduduk saat meninggal dunia pada tahun X sebagai berikut :
Data penduduk meninggal di Desa Sumberwaras Tahun 2006
NO
Tanggal Meninggal
Nama Penduduk
Umur Saat Meninggal
1
1 Januari 2006
A
60
2
5 Januari 2006
B
65
3
10 Pebruari 2006
C
70
4
18 Pebruari 2006
D
55
5
20 Maret 2006
E
67
6
30 Mei 2006
F
80
7
23 Juni 2006
G
79
8
18 Juli 2006
H
70
9
2 Agustus 2006
I
75
10
3 Nopember 2006
J
76
Rerata (eo)
69,7

Indeks harapan hidup (e0) = [(e0 – 25)/(85 – 25)] x 100
= ((69,7-25)/85-25)) x 100
= 74,5

5. Rerata Konsumsi riil penduduk Desa Sumberwaras :
Komoditas
Unit
Pengeluaran dalam 1 bulan
Harga Per Unit 3)
Total Pengeluaran
1. Beras lokal
Kg
30
5,000
150,000
2. Tepung terigu
Kg
5
4,200
21,000
3. Ketela pohon
Kg
4
1,000
4,000
3. Ikan
tongkol/tuna/cakalang
Kg
1
12,000
12,000
5. Ikan teri
Ons
5
3,500
17,500
6. Daging sapi
Kg
2
45,000
90,000
7. Daging ayam
Kg
4
10,000
40,000
8. Telur ayam
Butir
30
500
15,000
9. Susu kental manis
397 gram
0
6,000
0
10. Bayam
Kg
4
5,000
20,000
11. Kacang panjang
Kg
4
5,000
20,000
12. Kacang tanah
Kg
4
7,500
30,000
13. Tempe
Kg
5
4,000
20,000
14 Jeruk
Kg
2
5,000
10,000
15. Pepaya
Kg
2
1,500
3,000
16. Kelapa
Butir
10
1,500
15,000

Komoditas
Unit
Pengeluaran dalam 1 bulan
Harga Per Unit 3)
Total Pengeluaran

17. Gula pasir
Ons
30
600
18,000

18. Kopi bubuk
Ons
2
4,000
8,000

19. Garam
Ons
10
500
5,000

20. Merica/lada
Ons
0.5
5,000
2,500

21. Mie instan
80 gram
15
850
12,750

22. Rokok kretek/filter
10 batang
10
5,000
50,000

23. Listrik 1)
Kwh


75,000

24. Air minum
M3
0

0

25. Bensin
Liter
25
4,200
105,000

26. Minyak tanah
Liter
60
2,500
150,000

27. Sewa rumah 2)
Unit


150,000




Jumlah
1,043,750


Keterangan :













1) Langsung diisi besaran pembayaran rekening listrik per bulan












2) Lansung diisi nilai sewa rumah (sesuai kondisi rumah responden) per bulan











3) Harga pada bulan Januari 2007













4) Asumsi Kebutuhan riil optimal :
1,332,700














Indeks Konsumsi Riil :
((PPP-900)/(1500-900))X 100


:
((1.043.750-900.000)/(1.332.700-900))x 100
:
33.22




IPM :
1/3 (Indeks Pendidikan + Indeks Harapan Hidup + Indeks Kebutuhan riil) x 100
:
63.20


Kesimpulan : IPM Desa Sugih Waras termasuk kategori Seda
ng

Tidak ada komentar: